.

Rabu, 24 September 2014

GANGSTER KOTA NELAYAN

Oleh: Tressi A hendraparya


Halnya sebuah kawasan tempat berlangsungnya industri, maka di Bagansiapiapi masyarakat pun terstruktur mengikuti kondisi infrastruktur ekonomi,yakni; terbentuknya pelapisan sosial berdasarkan perannya dalam industri perikanan. Pembentukan strata ini, berlangsung sejak awal berdirinya desa hingga perubahan dalam skala makro, yakni masuknya balatentara Jepang ke Bagansiapiapi. Dapat diidentifikasi bahwa disini masyarakat terbagi atas; Kelompok birokrasi, Tauke, Pedagang, Nelayan, Buruh dan pekebun.  Selain dari kelompok lapisan masyarakat berdasarkan profesi, dapat  dilihat juga bahwa bermunculannya kelompok-kelompok “informal” di Bagansiapiapi, terutama  di komunitas China. Kelompok ini muncul sebagai respon tingginya persaingan dalam memperbutkan sumber daya, khususnya perikanan.

Pada dua dasawarsa 1920-an hingga 1930-an,  pers era Kolonial sempat menyebut Bagansiapiapi sebagai “Klein Chicago” (Chicago Kecil) dalam laporan beritanya.  Sebutan ini mengingat bahwa kehidupan komunitas China di Bagansiapiapi, terindikasikan memiliki kemiripan dengan yang terdapat di  Chicago, Amerika Serikat, yakni; adanya kelompok gangster yang melakukan teror terhadap masyarakat, seperti dilansir dalam Warta seperti De Sumatra Post (16 desember 1925; 9-11-1932);  Het Nieuws Van den Dag voor Nederlandsch Indie (9-2-1926);  Dalam melakukan aksinya, kelompok ini tidak segan-segan untuk melakukan intimidasi, pemerasan,  hingga pembunuhan. Kelompok gangster melakukan pemungutan uang terhadap para pengusaha /tauke  dan  pedagang di Bagansiapiapi.  Berikut cuplikan kisahnya:

Kami sudah memberikan beberapa rincian  tentang satu penemuan yang terdapat di Bagan Si Api- Api, yakni  mengenai suatu Komunitas China Rahasia….  Di Bagan Si Api Api, Bengkalis dan sekitarnya  ditemui bahwa anggota komunitas rahasia tersebut melakukan teror pada masyarakat…. Dalam kasus yang terdeteksi Pedagang kaya  dipaksa untuk bergabung ke dalam Komunitas rahasia dan menyerah kepada intimidasi, kemudian bergegas menuju ke dalam kekuasaannya dimana mereka diharuskan membayar cukup besar dengan variasi antara f 300 - f1000.-  jika mereka takut .... dari Sebuah warung kopi kecil yang mana dikunjungi oleh beberapa anggota kelompok gangster. Atas nama asosiasi, mereka meminta uang kepada  pemilik kedai dengan  paksaan  dan  ancaman. Pagi berikutnya, mereka kembali dalam jumlah besar sehingga seluruh warung penuh,   dan hanya memesan secangkir Kopi dan tetap di sana sampai malam hari ….Sekitar dua ratus orang yang terkait dengan aksi teror  ditahan karena partisipasinya dalam sebuah Komunitas rahasia  dan dihukum tiga bulan penjara. [1]


Berikutnya dalam berita De Sumatra Post; 9-11-1932,


Pada jurnal Pemerintahan Sipil kita menemukan hal yang sangat menarik  (ditulis) oleh Tuan "Baalbargen" (Kontrolir Bagansiapiapi) tentang keberadaan komunitas rahasia China di Bagan Si Api Api,  yang dapat dibaca, bahwa tuan-tuan tidak segan-segan untuk membunuh dan khususnya petarung  dari (China) Daratan….. .
Terdapat teror yang cukup dalam terhadap para nelayan, terutama berasal dari utusan kongsie agresif rahasia.. Para tauke, dan tidak ada hal lain tetapi hanya tentang pembayaran. Tauke mungkin melawan, akan tetapi dalam kenyataannya tetap membayar karena dia tahu jika tidak usahanya akan dihentikan.
Intimidasi terutama dilakukan terhadap nelayan dan kuli, dalam waktu singkat…..menunjukkan kerugian besar sejumlah uang.  Selain itu, …jumlah yang berkisar  dari f 10 ke f 25  per tauke dan mereka kemudian  memilih  membayar jumlah tersebut daripada mengambil berisiko.  Orang akan bertanya-tanya mengapa mereka tidak meminta bantuan Dewan Kota untuk diambil tindakan.
Pertama tidak ditentukan oleh hubungan darah, kedua;  juga bukan oleh sulitnya perlindungan oleh polisi seperti terhadap nelayan dan kuli di laut, tetapi oleh luasnya percabangan kongsie rahasia, bahwa mereka mereka memiliki  "agen" di Malaka, Penang dan Singapura, di tempat-tempat dimana pedagang ikan Bagan hidup  dan ia cepat atau lambat akan jatuh sebagai korban balas dendam dari gang jika ia berani melaporkan intimidasi gang tersebut. Tauke mungkin terhalang, namun akan ada campur tangan polisi, meski hanya akan berhadapan dengan senyum ramah dia memastikan bahwa dia tidak punya uang untuk membayar, bahkan hanya sedikit pengetahuan tentang komunitas Rahasia…………………
Kadang-kadang orang menemukan sejumlah kecil pesan keluar yang dikenal sebagai "tangan hitam” atau  sebagai  sebuah kata yang harus ditebak. Kita tidak boleh berpikir bahwa kongsie tidak melakukan  apa-apa sama sekali untuk melindungi apa yang tauke lakukan. Bukan begitu, mereka memang dilindungi terhadap  kelakuan buruk lainnya dari kongsie itu,  khususnya terhadap resiko pembajakan.

Seluruhnya terlibat
Tidak terpikirkan untuk tidak berafiliasi dengan kongsie. Konsekuensi penolakan adalah jaring dan alat penangkap ikan lainnya,  sampan, bahkan barang dalam gudang akan menghilang bagai "udara menguap" yang diakibatkan oleh berbagai  pencurian, karena setiap orang tahu bahwa individu dapat melakukan apa-apa sebagai balasannya. Hanya kongsie agresiflah yang dapat melakukan untuk "mendapatkan uang" dan keunggulan pun diperoleh  melalui jumlah keanggotaan yang besar, hal ini membawa situasi suram bagi para nelayan dan  tauke yang  menghadapinya dengan cemas...
Hal ini kadang-kadang terjadi  bahwa  kota tiba-tiba berada dalam kekacauan, di mana-mana suara gagap ketakutan dan  histeris terdengar dari kedei China dengan suara keras, "Sauve qui peut" (setiap orang untuk dirinya sendiri)  yaitu untuk penghuni jalanan dan tertutup untuk umum, hingga orang-orang tergesa-gesa mencoba untuk segera mencapai rumah atau club house…………………
Kemudian kelompok  ini  biasanya menghilang, dengan meninggalkan lawan di tangga  dengan beberapa luka yang bisa saja parah yang diakibatkan oleh pukulan benda tumpul……….
"Pekerjaan" yang sebenarnya dilakukan oleh "petarung  profesional" yang sering tak terduga dan secara rahasia tiba  dari China  daratan;…………………
Orang tidak perlu berpikir bahwa apa pun berita tentang  korban yang terjadi karena dendam dan dalam upaya terus mempertahankan eksistensi kongsie tersebut……
Pembunuhan terakhir dengan cara yang sama terjadi di akhir bulan Desember 1927.  Kongsie Ho Hm  yang berada dibawah pengawasan polisi telah bertindak di luar koridor;  berikut ini adalah nama bersalah lainnya seperti; Hok Gie, Hm Ho dan lainnya yang secara substansial memiliki kepentingan  "pendirian  Serikat Pedagang Ikan”  adalah akhirnya upaya pembersihan pengikut Sara Tiam Boei pada tahun 1925 oleh Kontrolir Smith.
Para pedagang,  dipimpin klan Oei, yang merupakan bagian terkecil dari Populasi. Kongsie Rahasia kecil yang kepentingannya dilindungi setelah "penghinaan" Sara Tiam juga menjadi sibuk dengan urusan kongsie tersebut…………..

Klein (Little) Chicago.
Banyak tauke kecil, yang sebelumnya berkontribusi pada  Sam Tiam (alias Chin Liong Tong serikat pekerja), berpikir ia telah tiba dengan selamat  dibawah pengawasan  Pemerintah. Sam Tiam, ya, bahkan pergi sendiri  setelah melakukan intimidasi kecil terhadap Ho Hm..
Sam Tiam (Chin Liong Tong) tidak dapat memenuhi pembayaran secara bertahap akan kewajiban keuangannya,  kemudian petarung dan pemimpin mereka bertemu untuk penghormatan dan pemulihan reputasi. …………..
Pemimpin mereka Kho Poei Loy  semacam imam  "terkenal" dan pawang hujan akhirnya memutuskan untuk melawan intimidasi tersebut. Karena visibilitas polisi menyababkan ia meninggalkan segalanya  termasuk pengembangan bisnisnya di Klang dan P. Ketam  Ketika akhirnya para petarung Ho Hm tampil begitu beraninya  yang disebabkan istri dari Sam Tiam mengalami  penghinaan kasar - saudara perempuan dari salah satu petarung Sam Tiam berakibat pada diputuskannya hukuman kematian bagi dua orang dari pihak lawan, yang terlibat dalam penghinaan berat tersebut. Putusan hukuman itu adalah "menembak mati dengan menggunakan revolver di Kota di tengah umum", yang juga memiliki fungsi propaganda balas dendam,……  uang  sangat dibutuhkan untuk membayar tiga petarung senjata sejumlah seribu gulden….  Kebiasaan  korban diidentifikasi, kongsie tahu bahwa untuk pembunuhan hanya ditakuti di daerah terpencil di kota,  tapi siapakah yang merasa cukup aman di pusat kota tersebut  bahwa pada realitanya dalam semua kedei Kopi dan hiburan, terutama berada di bawah kendali kongsie mereka sendiri……   Beberapa kedai kopi tetap dalam "diatas jam" malam  yang diatur oleh ‘sahabat’ yang sering mengunjungi mereka, ini menjadi "berbagi" dari pemiik kedei kopi sebagai ganti  perlindungan" mereka…  Setiap waktu di akhir Desember, dimasa  yang tenang bagi Perikanan, kota penuh sesak dengan nelayan  muda, sore hari di pusat kota di luar restoran,  Sangat ramai orang China mencari hiburan di Teater dan kedei-kedei kopi. Banyak wajah-wajah yang asing, bahkan nelayan muda dari pemukiman tetangga…..,  sehingga tidak terlihat dan tidak disadari oleh mereka telah hadirnya puluhan orang asing.
Pada tanggal 23 Desember 1927  di malam hari jam sembilan tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang aneh di saat itu, persimpangan paling ramai yang terang benderang,  tepat sebelum teater China. Tiga laki-laki keluar dari kerumunan kemudian pergi dan mereka berjalan di bawah keremangan  yang gelap di kaki lima (indoor jalan wilayah untuk toko) pada arah sudut kedei kopi…
lalu terdengar beberapa tembakan - dua korban  mati terhempas, Penduduk yang melihat kejadian buru-buru membubarkan diri dan menghilang. Seorang anggota polisi kota bergegas menuju ke lokasi kejadian..
Sementara beberapa orang dari kelompok gang itu menjalankan strategi pengalihan perhatian dengan berteriak kebakaran, dan  dengan demikian menarik perhatian warga di bagian lain kota.
Ini adalah kekacauan besar karena rumah-rumah kayu yang dibangun Bagan Api-Api telah dikenal dengan ancaman bencana kebakaran yang mengerikan dan "alarm kebakaran" segera membawa serta seluruh penduduk pada  suatu kondisi  “ketakutan yang menggila”, dinyatakan dalam sebuahhome run” sesegera mungkin untuk menutup dan mengambil segalanya langkah-langkah yang diperlukan untuk keselamatan keluarga  dan harta benda
Sebelum kita tahu persis apa yang terjadi, para pelaku telah melarikan diri dengan menggunakan sampan………. 

Persaingan dalam memperebutkan sumber daya yang terbatas, ternyata telah menimbulkan sebuah persoalan sosial dalam komunitas industri ikan di Bagansiapiapi seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa warta di era Kolonial. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial adalah dengan dilakukannya penahanan terhadap sejumlah orang yang dianggap terlibat dalam keanggotaan “Gangster”. Riuhnya kekayaan muara Rokan, telah menumbuhkan petualang-petualang yang datang dari berbagai penjuru, dengan kekuatan sindikasi mencoba dengan berbagai cara melakukan teror dan intimidasi  terhadap tauke, pedagang dan nelayan di Bagansiapiapi.


[1]    Dilihat dalam De Sumatra Post, De Terreur van Bagan Si  Api-Api; 16-12-1925.


1 komentar: